Cita-cita Anak Pemulung
Ketika matahari mulai nampak dan
sebagian orang masih terlelap tidur, ada bau semerbak dari tempat pemuangan
akhir smpah. Anak-anak yang seharusnya bersiap-siap pergi ke sekolah harus ikut
berbaur dengan sampah uantuk membantu orang tuanya. Aku pergi sekolah melewati
tempat pembuangan akhir (TPA) dan disana aya melihat dua orang anak-anak yang
sepertinya adik kakak sedang asyik mencari barang bekas yang masih laku dijual.
Saya yang Cuma lewat aja tutup hidung tetapi mereka yang berada di dekat sampah
biasa saja, mungkin bau sampah sudah menjadi santapannya sehari-hari.
Sesampainya di sekolah, seperti biasa
aku bercanda dengan teman-temanku. Aku dan Edwin, teman sekolahku berencana
bersepeda bersama ke sekolah. Rumahku
dengan rumah Edwin dekat hanya berbeda RT nya saja.
Keesokan harinya, seperti rencana aku
dan Edwin naik sepeda ke sekolah. Kami melewati tempat pembuangan akhir sampah
dan melihat lagi anak pemulung itu. Di sekolah ternyata diberi tugas untuk
berwawancara dengan seseorang. Narasumber tidak ditentukan, semua siswa bebas
memilih narasumbernya sendiri. Kebetulan sekali aku dan Edwin satu kelompok.
Hadiah dari nilai tertinggi adalah hasil wawancaranya akan dimuat di koran.
Kami berdua telah memutuskan bahwa narasumbernya adalah kedua bocah pemulung
tadi.
Pada hari minggu kami tidak menemukan
kedua bocah pemulung tadi di tempat pembuangan sampah. Kami berencana untuk
mewancarainya minggu depan. Pada minggu depannya kami berhasil bertemu dengan
kedua bocah pemulung itu. Kami pun diajak ke rumahnya. Rumah berukuran 4×5
meter yang tidak mempunyai tetangga karena letaknya di pinggir sawah.
Ternyata rumah ini adalah hasil
gotong-royong dari warga kampungnya dan tanahnya adalah pemberian dari
seseorang yang merasa iba dengan keluarga ini. Mereka berdua harus mengorbankan
waktu bermainnya denga temen-temannya untuk sesuap nasi. Apalagi dengan kondisi
kedua orang tuanya yang sakit-sakitan semakin menambah beban kedua bocah ini
karena mereka harus membeli obat. Tetapi mreka tetap ikhlas menjalankan
pekerjaannya sebagi pemulung ini. Bapaknya hanya bekerja sebagai penarik becak
sedangkan ibunya sebagai buruh tani.
Kami datang dan diberi segelas air
putih. Kami langsung memberi tahu maksud kedatangan kami kesini yaitu untuk
berwawancara. Bocah pemulung ini bernama Katy, 10 tahun dan Rosyid yang berusia
7 tahun.
Walaupun sebagi pemulung mereka tetap
bersekolah. Sekolahnya yaitu di SDN 01 Benteng. Mereka bergantian memulung,
Katy yang masuk jam 07.30 memulung saat pulang sekolah dan saat pagi harinya
sedangkan Rosyid memulung sebelum berangkat ke sekolah.
Sebetulnya kami masih ingin berbincang
lebih lanjut tetapi karena waktu sudah sore kami berpamitan pulang. Kami akan
melajutkan bertanya lebih lanjut 2 minggu yang akan datang karena minggu depan
Aku dan Edwin ada acara bermain futsal.
Pada hari Sabtu, satu hari sebelum
mengunjungi rumah anak pemulung, Aku dan Edwin berkunjung ke SDN 01 Benteng.
Maksud kedatangan kami ke sekolah itu adalah untuk mengetahui lebih jelas
prestasi Katy dan Rosyid di sekolahnya. Setelah kami bertemu dengan wali kelas
Katy dan Rosyid, ternyata Si Katy berhasil menjuarai lomba cerpen se-Kecamatan
dan Rosyid selalu menjadi peringkat satu di kelasnya. Tetapi, Rosyid sering
terlambat.
Pada hari minggu, kami datang ke rumah
anak pemulung itu. Keadaan rumah itu sepi karena kedua orang tuanya sedang
bekerja. Aku langsung bertanya kepada Rosyid, “Sid, kenapa kamu selalu
terlambat datang ke sekolah ?”. “Darimana kakak tahu kalau aku sering terlambat
?” tanya Rosyid. “Dari gurumu” sahut Edwin. Ternyata Rosyid sering terlambat
karena mereka hanya mempunyai satu baju seragam yang harus dipakai bergantian.
Jadi setelah Katy pulang sekolah jam 12.00, Rosyid segera memakai baju seragam
yang dipakai kakaknya padahal Rosyid harus sampai sekolah jam 12.00. Aku dan
Edwin mengajak Rosyid dan Katy ke Mall untuk membeli baju seragam Rosyid
sekaligus jalan-jalan.
Di Mall, mereka sangat senang dan
girang. Maklum, mereka baru sekali masuk Mall. Aku langsung mengajak Rosyid ke
toko baju di Mall untuk memilih ukuran baju seragam yang sesuai dengan
badannya. Kami mengajak Katy dan Rosyid untuk makan. Dan mereka memesan nasi
dan ayam goreng. Mereka makan dengan lahap dan sangat meikmati. Bagi mereka,
makan nasi sudah Alhamdulillah apalagi lauknya ayam goreng . Dengan malu-malu
mereka mengatakan “ Kak boleh nambah satu lagi nggak ?”. “Boleh” jawab Edwin.
Kelihatannya mereka sangat lapar, mungkin karena tadi pagi mereka belum
sarapan.
Setelah Kami semua kenyang, Aku dan
Edwin membayar makan tadi dan langsung pulang ke rumah karena cuaca menandakan akan segera turun hujan. Kami akan melanjutkan
wawancara kami besok harinya. Kami hampir menyelesaikan tugas wawancara hanya
tinggal beberapa pertanyaan.
Di sekolah mereka ada seseorang anak
kaya yang sombong. Ia bernama Firnas. Firnas adalah anak seorang Gubernur di
Boyoingat. Dia memanfaatkan jabatan ayahnya itu untuk menjahili ataupun mengejek
seseorang. Katy dan Rosyid pernah diejek. Suatu hari, ketika mereka sedang
makan bakwan dan Firnas sedang makan Hamburger, Firnas mengejek mereka di depan
orang banyak bahwa Katy dan Rosyid makannya cuma bakwan dan 1 bakwan saja untuk
berdua.Walaupun merasa malu, mereka tidak mempunyai niat sedikit pun untuk
membalas perbuatan Firnas.
Dan saat yang kutunggu-tunggu.
Pertanyaan yang ingin aku tanyakan oleh mereka berdua. Pertanyaannya yaitu
tentang cita-cita mereka. Dan jawaban mereka tak pernah terbayangkan olehku.
Cita-cita Rosyid adalah ingin menjadi Presiden sedangkan Katy ingin menjadi
penulis terkenal.
Ternyata orang yang tidak punya
memiliki cita-cita yang begitu tinggi. etapi sebaliknya orang yang mempunyai
banyak harta justru belum tahu apa yang dicita-citakan. Apalagi cita-cita itu
penting untuk mengasah bakat kita sejak dari kecil. Apabila kita mempunyai
cita-cita, kita dapat menekuni bidang tertentu yang berhubungan dengan
cita-cita kita.
Dan aku baru sadar bahwa cita-cita itu
sangat penting, terutama untuk masa depan. Mungkin mereka sekarang bekerja
keras untuk makan dengan car memulung, tetapi 30 tahun lagi kita tidak tahu
bila yang mereka cita-citakan bener-benar tercapai. Tetapi dalam hatiku berkata
semoga apa yang mereka cita-citakan tercapai. Amin.
Kemudian kami berpamitan untuk pulang
dan mengucapkan terima kasih atas kesediaan mereka untuk diwwancarai dan
membantu menyelesaikan tugas kami. Sesampainya di rumahku, kami menyusun hasil
wawancara kami dengan anak pemulung itu untuk dikumpulkan keesokan harinya.
Di sekolah kami langsung mengumpulkan
hasil wawancara ke Bu Guru dan langsung dinilai. Ternyata hasil wawancara
kelompok kami lebih bagus dari kelompok teman kami. Dan sebagai hadiahnya,
hasil wawancara dengan anak pemulung tadi dimasukkan ke koran nasional. Kami
berdua merasa senang dan bangga karena hasil kerja keras kami membuahkan hasil.
Aku dan Edwin berencana memasukkan
cerpen yang dibuat Katy ke internet. Katy mempunyai banyak cerpen dan puisi.
Dalam satu minggu sudah banyak orang yang mengunduh, dan cerpen yang dibuat
Katy sudah terkenal di media massa. Banyak orang yang memberi sumbangan kepada
keluarga mereka karena hasil wawancara kami dan hasil uang dari unduhan cerpen
dan puisi kami berikan kepada keluarga Katy untuk makan sehari-hari.
Satu tahun sudah berlalu, sekarang Katy
dan Rosyid sudah tidak menjadi pemulung lagi karena uang hasil pekerjaan Katy
untuk menulis komik dan novel. Bahkan dia sudah bisa memperbaiki rumahnya.
Selain itu, Si Rosyid juga berhasil mendapatkan beasiswa untuk masuk ke SMP dan
SMA favorit di provinsi itu.
Setelah mereka tumbuh besar dan sudah
memiliki pasangan hidup, mereka berhasil meraih cita-citanya. Rosyid sudah
menjadi presiden dan dalam kepemimpinannya dia sangat menyejahterakan rakyatnya.
Salah satunya yaitu lebih baik memperbaiki jembatan rusak yang menghubungkan
perjalanan siswa ke sekolah daripada untuk membelanjakan uang negara hanya
untuk membeli kursi dan toilet baru untuk para wakil rakyat.
Katy pun berhasil menjadi penulis yang terkenal
di dunia lewat novelnya yang berjudul “Wakil Rakyat Tertawa Rakyat Sengsara”
yang sudah diterjemahkan dalam 9 bahasa. Katy juga berulang kali mendapatkan
kejuaraan menulis di tingkat dunia.
Sedangkan Firnas, yang dulunya anak
gubernur sekarang menjadi pemulung. Ternyata bapak Firnas terkena kasus korupsi
dan segala aset yang dimilikinya harus disita. Dan sekarang dia baru menyesal
telah berbuat jahat kepada Rosyid dan Katy.
Dan ingatlah selalu bahwa roda pasti
berputar. Ada saatnya kita bersenang-senang dan ada saatnya kita sengsara. Kita
harus selalu ingat kalau nasib kita sudah ada yang mengatur. Lebih baik
bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar